Mengetahui perbedaan Mani, Madzi, Kencing, dan Wadi sangatlah penting khususnya bagi seorang laki-laki yang beriman.   karena masih banyak di kalangan kaum muslimin yang belum bisa  membedakan antara keduanya.  Yang karena ketidaktahuan mereka akan  perbedaannya menyebabkan mereka ditimpa oleh fitnah was-was dan  dipermainkan oleh setan. Sehingga tidaklah ada cairan yang keluar dari  kemaluannya (kecuali kencing dan wadi) yang membuatnya ragu-ragu kecuali  dia langsung mandi, padahal boleh jadi dia hanyalah madzi dan bukan  mani. Sudah dimaklumi bahwa yang menyebabkan mandi hanyalah mani,  sementara madzi cukup dicuci lalu berwudhu dan tidak perlu mandi untuk  menghilangkan hadatsnya.  
Tahukan kita akan perbedaan antara keempat perkara di atas?
Nah, di bawah ini  terdapat penjabaran dari keempat cairan di atas, yang dari penjabaran  tersebut bisa dipetik sisi perbedaan di antara mereka:
1.    Kencing: Masyhur sehingga tidak perlu dijelaskan, dan dia najis berdasarkan Al-Qur`an, Sunnah, dan ijma’.
2.     Wadi: Cairan tebal berwarna putih yang keluar setelah kencing atau  setelah melakukan pekerjaan yang melelahkan, misalnya berolahraga berat.  Wadi adalah najis berdasarkan kesepakatan para ulama sehingga dia wajib  untuk dicuci. Dia juga merupakan pembatal wudhu sebagaimana kencing dan  madzi.
3.    Madzi: Cairan tipis  dan lengket, yang keluar ketika munculnya syahwat, baik ketika  bermesraan dengan wanita, saat pendahuluan sebelum jima’, atau melihat  dan mengkhayal sesuatu yang mengarah kepada jima’. Keluarnya tidak  terpancar dan tubuh tidak menjadi lelah setelah mengeluarkannya.  Terkadang keluarnya tidak terasa. Dia juga najis berdasarkan kesepakatan  para ulama berdasarkan hadits Ali yang akan datang dimana beliau  memerintahkan untuk mencucinya.
4.     Mani: Cairan tebal yang baunya seperti adonan tepung, keluar dengan  terpancar sehingga terasa keluarnya, keluar ketika jima’ atau ihtilam  (mimpi jima’) atau onani -wal ‘iyadzu billah-, dan tubuh akan terasa  lelah setelah mengeluarkannya.
Berhubung kencing dan wadi sudah jelas kapan waktu keluarnya sehingga mudah dikenali, maka berikut kesimpulan perbedaan antara mani dan madzi:
a.    Madzi adalah najis berdasarkan ijma’, sementara mani adalah suci menurut pendapat yang paling kuat.
b.     Madzi adalah hadats ashghar yang cukup dihilangkan dengan wudhu,  sementara mani adalah hadats akbar yang hanya bisa dihilangkan dengan  mandi junub.
c.    Cairan madzi lebih tipis dibandingkan mani.
d.    Mani berbau, sementara madzi tidak (yakni baunya normal).
e.     Mani keluarnya terpancar, berbeda halnya dengan madzi. Allah Ta’ala  berfirman tentang manusia, “Dia diciptakan dari air yang terpencar.”  (QS. Ath-Thariq: 6)
f.    Mani terasa keluarnya, sementara keluarnya madzi kadang terasa dan kadang tidak terasa.
g.    Waktu keluar antara keduanyapun berbeda sebagaimana di atas.
h.    Tubuh akan melemah atau lelah setelah keluarnya mani, dan tidak demikian jika yang keluar adalah madzi.
          Karenanya jika  seseorang bangun di pagi hari dalam keadaan mendapatkan ada cairan di  celananya, maka hendaknya dia perhatikan ciri-ciri cairan tersebut,  berdasarkan keterangan di atas. Jika dia mani maka silakan dia mandi,  tapi jika hanya madzi maka hendaknya dia cukup mencuci kemaluannya dan  berwudhu. Berdasarkan hadits Ali -radhiallahu anhu- bahwa Nabi  -alaihishshalatu wassalam- bersabda tentang orang yang mengeluarkan  madzi:
اِغْسِلْ ذَكَرَكَ وَتَوَضَّأْ
“Cucilah kemaluanmu dan berwudhulah kamu.” (HR. Al-Bukhari no. 269 dan Muslim no. 303)
[Update: Anas bin Malik -radhiallahu anhu- berkata:
أَنَّ أُمَّ سُلَيْمٍ حَدَّثَتْ  أَنَّهَا سَأَلَتْ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ  الْمَرْأَةِ تَرَى فِي مَنَامِهَا مَا يَرَى الرَّجُلُ, فَقَالَ رَسُولُ  اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا رَأَتْ ذَلِكِ  الْمَرْأَةُ فَلْتَغْتَسِلْ. فَقَالَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ: وَاسْتَحْيَيْتُ  مِنْ ذَلِكَ. قَالَتْ: وَهَلْ يَكُونُ هَذَا؟ فَقَالَ نَبِيُّ اللَّهِ  صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: نَعَمْ, فَمِنْ أَيْنَ يَكُونُ  الشَّبَهُ؟! إِنَّ مَاءَ الرَّجُلِ غَلِيظٌ أَبْيَضُ وَمَاءَ الْمَرْأَةِ  رَقِيقٌ أَصْفَرُ فَمِنْ أَيِّهِمَا عَلَا أَوْ سَبَقَ يَكُونُ مِنْهُ  الشَّبَهُ
          “Bahwa Ummu Sulaim  pernah bercerita bahwa dia bertanya kepada Nabi  Shallallahu'alaihiwasallam tentang wanita yang bermimpi (bersenggama)  sebagaimana yang terjadi pada seorang lelaki. Maka Rasulullah  Shallallahu'alaihiwasallam bersabda, "Apabila perempuan tersebut  bermimpi keluar mani, maka dia wajib mandi." Ummu Sulaim berkata, "Maka  aku menjadi malu karenanya". Ummu Sulaim kembali bertanya, "Apakah  keluarnya mani memungkinkan pada perempuan?" Nabi  Shallallahu'alaihiwasallam bersabda, "Ya (wanita juga keluar mani, kalau  dia tidak keluar) maka dari mana terjadi kemiripan (anak dengan  ibunya)? Ketahuilah bahwa mani lelaki itu kental dan berwarna putih,  sedangkan mani perempuan itu encer dan berwarna kuning. Manapun mani  dari salah seorang mereka yang lebih mendominasi atau menang, niscaya  kemiripan terjadi karenanya." (HR. Muslim no. 469)
          Imam An-Nawawi   berkata dalam Syarh Muslim (3/222), "Hadits ini merupakan kaidah yang  sangat agung dalam menjelaskan bentuk dan sifat mani, dan apa yang  tersebut di sini itulah sifatnya di dalam keadaan biasa dan normal. Para  ulama menyatakan: Dalam keadaan sehat, mani lelaki itu berwarna putih  pekat dan memancar sedikit demi sedikit di saat keluar. Biasa keluar  bila dikuasai dengan syahwat dan sangat nikmat saat keluarnya. Setelah  keluar dia akan merasakan lemas dan akan mencium bau seperti bau mayang  kurma, yaitu seperti bau adunan tepung.
          Warna mani bisa  berubah disebabkan beberapa hal di antaranya: Sedang sakit, maninya akan  berubah cair dan kuning, atau kantung testis melemah sehingga mani  keluar tanpa dipacu oleh syahwat, atau karena terlalu sering bersenggama  sehingga warna mani berubah merah seperti air perahan daging dan  kadangkala yang keluar adalah darah.”]
Tambahan:
1.    Mandi junub hanya  diwajibkan saat ihtilam (mimpi jima’) ketika ada cairan yang keluar.  Adapun jika dia mimpi tapi tidak ada cairan yang keluar maka dia tidak  wajib mandi. Berdasarkan hadits Abu Said Al-Khudri secara marfu’:
إِنَّمَا الْمَاءُ مِنَ الْمَاءِ
“Sesungguhnya air itu hanya ada dari air.” (HR. Muslim no. 343)
Maksudnya: Air (untuk mandi) itu hanya diwajibkan ketika keluarnya air (mani).
2.    Mayoritas ulama  mempersyaratkan wajibnya mandi dengan adanya syahwat ketika keluarnya  mani -dalam keadaan terjaga. Artinya jika mani keluar tanpa disertai  dengan syahwat -misalnya karena sakit atau cuaca yang terlampau dingin  atau yang semacamnya- maka mayoritas ulama tidak mewajibkan mandi junub  darinya. Berbeda halnya dengan Imam Asy-Syafi’i dan Ibnu Hazm yang  keduanya mewajibkan mandi junub secara mutlak bagi yang keluar mani,  baik disertai syahwat maupun tidak. Wallahu a’lam.
Maaf bila ada salah kata...
Maaf bila ada salah kata...
Insya Allah bermanfaat....
Sumber : http://aj1-inside.blogspot.com/
Ensiklopedia Gaul
0 komentar:
Posting Komentar